Kursi Allah

Maksud dengan “arsy” dan “kursi
” (berdasarkan penafsiran yang beraneka-
macam)
ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
1.Makna arsy .
“Arsy” secara leksikal bermakna segala sesuatu yang
mempnyai atap.[1] Dengan itu maka saung, cadur (sejenis
kerudung), kemah, atap gubuk (biasanya di tengah sawah),
loteng, istana, dan bangunan di atas selokan dinamakan arsy.
[2] Terkadang diartikan dengan singgasa berkaki tinggi.
Karena itu singgasana kerajaan dan pemerintahan dinamakan
pula dengan arsy .[3] Hal itu sebagai kiasan dari kekuasaan
dan pemerintahan.
Arsy dalam Al-Qur’an .
Kata arsy sebanyak 26 kali disebutkan di dalam Al-Qur’an. [4]
Dan biasanya yang dimaksud adalah arsy Tuhan. Di dalam
beberapa tempat bermakna langit atau atap, seperti firman
Allah Swt: “…yang tembok-temboknya runtuh di atas atap-
atapnya”.[5] Atau bermakna tahta kerajaan, seperti firman-
Nya: “kemudian dia mendudukkan ayah dan ibunya di atas
arsy”.[6] Dan firman-Nya: “Siapakah diantara kalian yang
mampu memindahkan arsy-nya kesini... ”[7] Terkadang
diartikan juga dengan ketinggian. [8] Yang menjadi topik
pembahasan kita adalah arsy Tuhan.
Arsy Tuhan.
Pertanyaan mengenai “arsy dan kursi ” itu apa? Para ulama
dan mufassir berbeda pandangan dalam memberikan
jawabannya. Secara global jawaban para ulama terbagi
menjadi dua bagian.
1-1.Sebagian ulama salaf mengangap bahwa membahas
masalah-masalah hakikat agama dan melewati makna
lahiriah Kitab dan Sunnah adalah sesuatu yang bid’ah dan
haram. Mereka mengatakan: “Kita tidak mungkin akan dapat
memahami dan menjangkau arsy dan kursi Allah Swt, yang
kita pahami hanyalah namanya saja”. Ayat- ayat semacam ini
-menurut mereka- termasuk ayat-ayat mutasyabihat , tidak
boleh dibahas dan ditafsirkan secara serampangan. Sekarang,
sebagaimana telah jelas bahwa akal dan juga Al-Qur’an dan
Sunnah -yang bertentangan dengan akidah mereka- sangat
menganjurkan dan menekankan agar umat Islam merenungkan
ayat-ayat Al-Qur’an, memahaminya secara serius dan
berhujjah dengan hujjah aqli. Bagaimana mungkin dengan
adanya dorongan dan anjuran dalam mukaddimah-
mukaddimah semacam ini, kemudian mereka dilarang untuk
menetapkan hasilnya? [9]
1-2. Para ulama yang membolehkan membahas masalah arsy
ini dalam lingkup agama terbagi kepada empat kelompok:
a. Kelompok yang mengartikan secara lahiriah dengan kaku
mengatakan bahwa arsy itu merupakan makhluk yang
mempunyai wujud luar yang betul-betul mirip dengan tahta
dan singgasana yang memilki beberapa kaki. Kaki-kaki itu
bersandar pasa langit yang ketujuh. Dan Tuhan tak ubahnya
seperti seorang raja yang tengah duduk di singgasana-Nya
tersebut. Dari tahta kerajaann-Nya inilah dia mengatur segala
urusan hamba-Nya.
b. Ulama yang berpendapat bahwa arsy itu mempunyai wujud
luar sebagai sebuah makhluk Tuhan. Tetapi dalam hal
mishdaq dan wujud riilnya berbeda dengan pandangan ulama
pertama. Mereka mengatakan bahwa arsy adalah planet yang
kesembilan yang meliputi alam materi dan sebagai pembatas
arahnya. Dan karena ia kosong dari bintang-bintang, maka ia
dinamakan atlas .[10] Sedang kursi Tuhan adalah planet
kawakib. Pandangan ini berdasarkan riwayat yang datang dari
Rasulullah Saw yang menegaskan: “Langit-langit dan tujuh
lapis bumi tidak terletak di samping kursi . Tetapi ia laksana
lingkaran yang terhampar di padang sahara yang luas” [11] .
c. Pandangan ketiga ini berbeda dengan pandangan
sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan arsy dan kursi Tuhan adalah sebagai makna kinayah
dan tidak mempunyai bentuk dan wujud luar yang nyata. Apa
maksud makna kinayah yang mereka katakan? Terdapat
berbagai maksud dan arti. Terkadang mereka memaknainya
sesuai dengan sebuah hadis yang dinukil oleh Hafsh bin
Ghiyas dari Imam maksum As. Kepada Imam Shadiq As dia
bertanya mengenai tafisr ayat yang berbunyi “Wasi’a kursi
yyuhu as-samawati wal ardh” ( Kursi -Nya seluas langit-langit
dan bumi). Imam Shadiq As menjawab: “Maksudnya adalah
ilmu-Nya”. [12] Mereka mengatakan maksudnya adalah ilmu
Allah yang tidak bertepi.
Dan terkadang pula mereka memaknainya berdasarkan ayat
mulia yang berbunyi: “Tsummastawa alal arsy ”[13] (kemudian
Dia bersemayam di atas arsy). Atau ayat yang berbunuyi:
“Ar-Rahmanu ‘alal arsyistawa”[14] (Tuhan yang Mahasayang
bersemayam di atas singgasana-Nya). Yaitu bermakna
kekuasaan dan kerajaan Tuhan. Terkadang pula dimaknai
dengan sifat kamaliyah (kesempurnaan) dan sifat jalaliyah
(keagungan) Tuhan. Karena masing-masing dari sifat terebut
menjelaskan keagungan maqam Allah Swt, sebagaimana pula
tahta kerajaan para raja itu menunjukkan kebesaran mereka.
d. Pandangan yang keempat, dari satu sisi sama dengan
pandangan pertama dan kedua. Yaitu bahwa arsy memiliki
wujud hakikat (wujud luar yang riil). Dalam hal ini berbeda
dengan pandangan yang ketiga. Tetapi dari sisi lainnya,
pandangan ini sama dengan pandangan yang ketiga. Yaitu
bahwa yang dimaksud dengan arsy adalah makna kinayah .
Dan dalam hal ini berbeda dengan pandangan pertama dan
kedua. Dan ini adalah pendapat para ulama kontemporer
seperi Allamah Thabathaba’i. Berdasarkan pandangan ini
bahwa pada hakikatnya arsy adalah martabah tertinggi alam
wujud yang merupakan sebab dan illat seluruh peristriwa,
penciptaan dan semua asma. Dan mata rantai sebab-sebab
dan illat itu mesti berakhir kepada martabah tersebut. Allamah
Thabathaba’i mengatakan bahwa kalimat: “Tsummastawa alal
‘arsy ”[15] (kemudian Dia bersemayam di atas arsy) yang
merupakan sebuah misal yang menggambarkan tentang
luasnya pengaturan Allah Swt atas seluruh milik-Nya, juga
menunjukkan suatu hakikat, yaitu sebuah maqam dan
peringkat dimana kendali seluruh perkara dan urusan
bertumpuk pada peringkat tersebut. Dan ayat yang berbunyi:
“Dan Dialah Tuhan arsy yang agung ”[16] dan ayat yang
berbunyi: “…hamba-hamba yang memanggul arsy dan yang
disekitarnya”[17] dan ayat-ayat lainnya, semuanya itu
menunjukkan makna ini. [18]
2. Kursi .
Kursi bermakna tahta dan singgasana dan menurut
pandangan masyarakat umum (urf) adalah nama sesuatu
yang diduduki di atasnya. [19] Kata ini disebutkan di dalam
Al-Qur’an sebanyak dua kali yang keduanya bermakna tahta.
Letak perbedaannya adalah bahwa salah satu mishdaq (wujud
luar) urfi kursi adalah tahta dan singgasana Nabi Sulaiman
As. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt: “Dan sungguh
telah Kami uji Sulaiman dan Kami lemparkan jasadnya ke
atas kursi nya, kemudian dia pun kembali”. [20] Sedangkan
sehubungan dengan tahta Tuhan bermakna kinayah yang
merupakan hakikat wujud. [21]
Kursi Tuhan.
Apakah yang dimaksud dengan kursi dan singgasana Tuhan
yang meliputi seluruh langit dan bumi itu?
Sebagaimana beberapa pandangan yang telah dijelaskan di
atas tentang arsy , tentang kursi pun demikian pula dengan
sedikit perbedaan. Penjelasan globalnya adalah demikian:
Mayoritas ulama terdahulu mempunyai pandangan
bahwa kursi Tuhan adalah sesuatu yang dikenal oleh
manusia, yakni mereka hanya mengenal namanya saja.
Sementara untuk dapat memahami hakikatnya tidak mungkin
dan membahasnya pun merupakan bid’ah.
2. Pandangan ulama ahli bahas:
a. Pandangan kaum Musyabbihah adalah bahwa kursi dan
arsy itu satu, yaitu tahta kerajaan Ilahi yang terletak di langit
yang ke tujuh. Dari tahta inilah Dia mengatur seluruh urusan
alam raya ini.
b. Pandangan sekelompok ulama yang mengikuti dasar
pemikiran Bethlamiyus. Mereka mengatakan bahwa kursi
adalah planet kaukab. Sedangkan kursi adalah planet yang
tertinggi.
c. Pandangan mayoritas ulama ahli tafsir mengatakan bahwa
kursi itu tidak mempunyai wujud hakiki. Ia hanyalah sebagai
kinayah belaka. Kinayah itu adalah ilmu Tuhan atau
kekuasaan dan kerajaan-Nya.
d. Pandangan para ulama kontemporer, seperti Allamah
Thabathaba’i. Dan inilah pandangan yang kokoh dan benar.
Berdasarkan pandangan ini bahwa kursi itu, disamping
merupakan sebuah kinayah, tetapi mempunyai wujud hakiki
yang nyata, yaitu satu martabah wujudi, maksudnya adalah
ma qam rububi dimana seluruh maujud langit dan bumi
tegak bedasarkan atasnya. Dengan demikian bahwa kursi
adalah satu martabah dari martabah-martabah ilmu Ilahi
dimana seluruh alam semesta ini tegak atasnya dan segala
sesuatu tersimpan rapih dan tertulis di sana. Karena itu, arsy
dan kursi -pada hakikatnya- adalah hal yang satu yang
secara ijmali (global) dan tafshili (rinci) mempunyai dua
peringkat. Dan ikhtilaf yang terdapat diantara keduanya
hanyalah bersifat rutbi (urutan) dan keduanya merupakan
hakikat wujudi . Tetapi tidak seperti apa yang digambarkan
oleh sebagian orang bahwa hal itu sebagai tahta Tuhan dan
singgasana-Nya. [22] Riwayat-riwayat yang datang dari para
Imam maksum pun secara kuat mendukung keabsahan
pandangan ini. Sebagai contoh perhatikanlah beberapa
riwayat berikut ini:
1. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, ketika memberikan
jawaban atas pertanyaan Jaslik berkata: “Para Malaikat
memanggul arsy Tuhan. Dan arsy Tuhan itu tidaklah seperti
tahta kerajaan yang engkau bayangkan. Arsy Tuhan itu adalah
berupa makhluk(dicipta), mahdud (terbatas) dan diatur oleh
Allah Swt. Allah Swt adalah pemiliknya dan bukanlah Dia
bersemayam di atasnya. [23]
Riwayat lainnya yang juga dinukil dari Imam Ali As adalah
bahwa yang dimaksud dengan kursi itu adalah ilmu Allah Swt
yang meliputi seluruh langit dan bumi dan segala isinya. [24]
Hanan bin Sudair menukil sebuah riwayat dari Imam Shadiq
As ketika ia bertanya kepadanya mengenai makna arsy dan
kursi . Beliau menjawab: “Arsy mempunyai sifat yang banyak
dan bermacam-macam. Di setiap tempat di dalam Al-Qur’an,
setiap kali menyebutkan nama arsy, maka hal itu berkaitan
erat dengan masalah yang disebutkan di situ”. [25] Arsy di
dalam riwayat ini bermakna kepemilikan, kehendak, keinginan
dan pengetahuan.
[1] . Mufradat, raghib, kata arsy .
[2] . Al-Munjid , terjemahan Bandar Riki, Muhammad, juz 2,
hal. 1100.
[3] . Qamus Qur’an , Sayyid Ali Akbar Qurasyi, juz 4, hal. 316.
[4] . QS. Ghafir: 7, 15, al-Haqah: 17, an-Nahl: 23, 26, 42, 41,
38, dan lain-lain.
[5] . QS. Al-Baqarah: 159.
[6] . QS. Yusuf: 100.
[7] . QS. An-Nahl: 38.
[8] . QS. Al-A’raf: 137.
[9] . Terjemah tafsir Al-Mizan , Allamah Thabathaba’i, juz 14,
hal. 212.
[10] . Al-mufradat , Raghib, kata arsy, al-Mizan, ibid.
[11] . Al-Mufradat , Raghib, ibid.
[12] . Bihârul Anwâr , jilid 58, hal. 28, hadis ke 46 dan 47.
[13] . QS. Al-A’raf: 54.
[14] . QS. Thaha: 5.
[15] . QS. Al-A’raf: 54.
[16] . QS. At-Taubah: 129.
[17] . QS. Ghafir; 7.
[18] . Tafsir Al-Mizan , juz 15, hal. 216.
[19] . Mufradat Raghib, kata kursi, Qamus Qur’an , juz 4, hal.
316.
[20] . QS. Shad: 34.
[21] . QS. Al-Baqarah: 25.
[22] . Al-Mizan , juz 4, hal. 230 dst, juz 15, hal. 212 dst, juz
27, hal. 187 dst, Tafsir Nemuneh , juz 2 hal. 201 dst, juz 6, hal.
204, juz 9, hal. 25, juz 20, hal. 53, juz 24, hal. 458, juz 26, hal.
193 dan 348.
[23] . At-Tauhid , Syaikh Shaduq, hal. 316.
[24] . Al-Kafi , Kulayni, juz1 hal. 130.
[25] . At-Tauhid , babul arsyi wa sifatihi, hal. 322.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Temu Kangen Alias Reunian SMA Cimindi

KEBUN TEH PANGHEOTAN CIKALONG WETAN

Amalan Anak Kunci Pembuka Khasanah Langit dan Bumi